[3] Undercover Marriage

undiscover-mrriage-2

Poster by Miss of Beat R @ D’Angel Falls

Prev: [1][2]

Pandangan Kyungsoo terfokus pada si pemeran utama pertunjukkan drama musikal itu. Seorang gadis yang tengah mengenakan gaun selutut bewarna merah muda, bergerak anggun membius penonton. Sama halnya dengan mereka, atensi Kyungsoo benar-benar direnggut oleh sang putri.

Sisi lain dari benak Kyungsoo mulai memutar kenangan. Kejadian yang telah lama berlalu, saat Kyungsoo pertama kali menyaksikan adiknya menari. Sekaligus awal dari cinta itu ada, batin Kyungsoo gamang.

Perasaan yang tidak sepantasnya menghinggapi pikiran Do Kyungsoo. Cinta. Kyungsoo membatasi serebrumnya untuk bergerak lebih jauh membahas mengenai hal itu. Bagi Kyungsoo, cinta adalah sesuatu yang abstrak dan terlalu subjektif. Namun, dampak dari ambiguitas cinta, justru menyerangnya, membuatnya kehilangan logika.

Cintalah yang mendorong Do Kyungsoo merencanakan ‘hal gila ini’ dari awal hingga akhir.

Kyungsoo tersenyum tipis, tirai panggung tertutup mengakhiri pertunjukkan dan lamunannya. Ia pun beranjak, mengayunkan langkah ke belakang panggung berlatar tepukan penonton lain.

Kyungsoo menangkap tubuh Jisoo yang menghambur ke arahnya. Meredam lompatan gadis itu dengan mengeratkan pelukan.

“Pertunjukkannya sukses!” Seru Jisoo, ucapannya tertutup tawa yang berdentang.

Kyungsoo mengangguk, ikut tertawa simpul. “Ya, kau hebat. Tampil di Seoul Art Center sebagai pemeran utama.” Ujar pria itu, mengendurkan kungkungan agar dapat mengamati paras Jisoo.

Netra Jisoo membulat, ketika Kyungsoo mengangsurkan buket mawar putih ke pelukannya. “Cantik sekali,” puji Jisoo kemudian mengecup pipi kakaknya sekilas.

“Ugh, kalian membuatku iri saja.” Timpal gadis lain yang mengenakan gaun serupa dengan Jisoo.

“Jung Nara, selamat.” Sapa Kyungsoo, bibirnya enggan lupa untuk menyelipkan seringai pada mantan tunangannya itu.

Nara berkacak pinggang, “Jika aku orang awam dan tidak tahu kalau kalian bersaudara, pasti aku sudah mengira kalian menjalin hubungan.” Oceh Nara, nadanya jenaka.

Jisoo cemberut. “Well, kau ketinggalan isu panas, ternyata.”

“Gosip atau isu?” pancing Nara, kedua alisnya bertaut.

Kyungsoo memutar bola mata, jengah. “Sudahlah,” bujuk pria itu.

“Memangnya, apa beda gosip dan isu?” balas Jisoo, mengacuhkan Kyungsoo yang berulang kali menarik siku agar mereka pergi dari percakapan tidak penting ini.

“Entahlah,” jawab Nara. “Bisa beritahu aku apa gosip terpanas minggu ini?” Imbuh Nara tidak sabaran.

Jisoo melejitkan bahu, “Aku dan Kak Kyungsoo tidak bersaudara. Secara resmi, kami akan memberikan pernyataan hari ini.”

Nara pun mundur satu langkah. Jari-jarinya meraih kursi rias di sampingnya sebagai tumpuan agar tidak limbung. “Mustahil!” Nara berseru, kaget.

Perasaan Jisoo berat ketika penglihatannya memindai seisi ruang rapat. Meja oval nan panjang itu diisi belasan anggota dewan yang jelas memiliki andil besar dalam pengambilan keputusan. Sementara Kyungsoo menjadi titik fokus mereka, begitu pun Jisoo yang kini duduk tepat di samping kakaknya.

Rungu Jisoo berdengung enggan berkonsentrasi sebab terlalu banyak sanggahan dan berbagai usul menyaiktkan dari anggota dewan. Puluhan argumen mereka berujung pada satu gagasan, yaitu menyingkirkan Do Jisoo dari daftar teratas pewaris keluarga Do. Mereka ingin mengembalikan Jisoo ke tempat di mana seharusnya ia berada.

Hingga salah satu dari mereka, seorang pemuda yang langsung dikenali oleh benak Jisoo, mulai berkata. “Tidak ada yang berubah, Do Jisoo tetap menjadi bagian dari Keluarga Do. Begitu juga rencana pertunanganku dengannya.”

Pemuda itu Kim Jongin, kerabat jauh keluarga Do yang juga memiliki sekian persen saham perusahaan. Entah bagaimana awalnya, bahasan serius tersebut meruncing ke arah perjodohan Jisoo dengan Jongin. Memang sudah menjadi rahasia umum, apabila mereka telah diputuskan akan menjalin hubungan. Semua orang tahu akan itu, tetapi nampaknya Kyungsoo tidak setuju.

Jisoo bisa mendengar Kyungsoo mengeram pelan. Mengakibatkan Jisoo mengalihkan tatapannya pada Kyungsoo. Paras pria itu menegang dengan sempurna. Kyungsoo terlihat marah. Semenjak dua jam mereka berada di ruang rapat ini, tak sejenak pun Kyungsoo menunjukkan emosi. Akan tetapi, satu baris kalimat dari Kim Jongin mampu menggetarkan pengendalian Do Kyungsoo.

“Hal itu belum ditentukan,” jawab Kyungsoo dingin. Pria itu menatap tajam lawan bicaranya, “Dan akan diputuskan dalam waktu dekat. Bersabarlah Kim Jongin.” Imbuh Kyungsoo saat mendapati Jongin akan membuka mulut kembali.

“Kami memberi waktu satu minggu bagi Anda untuk menyelesaikan permasalahan ini,” Timpal pria lain, berusia pertengahan lima puluh tahunan. Sepengetahuan Jisoo, pria itulah yang paling banyak berbicara. Jisoo mengenalnya sebagai Paman Kim. Seorang paman yang paling tidak disukai Jisoo dan Kyungsoo, sangat menyebalkan.

“Untuk Nona Jisoo, Anda tidak berhak mendapatkan fasilitas Keluarga Do. Anda harus mengembalikan segala bentuk kemewahan yang telah Anda dapatkan.” Imbuh lelaki tua tersebut tanpa belas kasih.

Jisoo terbatuk pelan, ia hendak protes. Namun Kyungsoo meremas lembut jari-jari Jisoo, menenangkan.

“Aku akan memastikan Jisoo mengembalikan apa yang bukan miliknya dan memperoleh apa yang akan menjadi haknya.” Balas Kyungsoo, cermat.

Jisoo mengigit bibir, panik, dan takut. Apa Jisoo sanggup menjadi gadis biasa?

Jisoo terlalu tergantung kepada keluarganya, walaupun ia hanya memiliki Kyungsoo dan Nenek Do yang tulus mencintainya. Jisoo bahkan mulai takut jika ia akan kehilangan keduanya.

“Kau hanya perlu tinggal di sana selama satu minggu.” Kyungsoo berusaha menghibur, gadis yang tengah cemberut. Gadis itu menyilangkan kedua tangan di depan dada. Ia duduk diam di kursi penumpang tepat di sebalah Kyungsoo yang mengemudi.

Kyungsoo menghela napas berat. Sejak keluar dari ruang rapat Jisoo bertingkah layaknya bongkahan batu. Adiknya itu diam seribu bahasa, bahkan mengacuhkan Kyungsoo yang memberikan berbagai alasan atas keputusannya. Well, Kyungsoo paham betul alasan dibalik kemarahan Jisoo. Ia mendeklarasikan bahwa mulai hari ini Jisoo akan keluar dari rumah Keluarga Do dan tinggal bersama keluarga kandungnya. Kyungsoo juga menarik mobil dan seluruh kartu kredit adiknya. Bahkan dengan teganya Kyungsoo mengeluarkan Jisoo dari klub tari yang juga berarti gadis itu harus meredam keinginan untuk mengikuti audisi Juilliard, salah satu sekolah seni klasik ternama di New York.

Jisoo marah, jelas. Lebih banyak kecewa.

“Kau memang harus terbiasa dengan keluarga kandungmu, itu penting untuk pencitraan saat nanti kita mengumumkan pernikahan. Jadi, kau tidak akan dilabeli sebagai gadis yang tidak mau mengakui keluarga kandungnya karena miskin.” Kyungsoo kembali bermonolog.

Jisoo hanya menolehkan kepala sebentar, lalu memutar bola mata. Menganggap penjelasan Kyungsoo hanya pembelaan diri yang konyol.

“Aku tidak pernah mengenal mereka. Bahkan, mereka membiarkanku diambil oleh Ibu. Mereka menjualku. Mereka tidak menginginkanku. Mereka hanya ingin uang dari kalian.” Gumam Jisoo, tajam.

Netra Kyungsoo terfokus pada jalan di depannya, ketika ia mencoba memilih tanggapan yang tepat atas kicauan Jisoo. Kenyataannya, keseluruhan perkataan Jisoo itu benar. Keluarga kandung Jisoo menukarkan putri kecil mereka dengan tunjangan penuh seumur hidup dari ayah dan ibu Kyungsoo. Lebih brengseknya lagi, mereka membocorkan rahasia besar itu pun gara-gara menginginkan bayaran yang lebih besar dari Keluarga Do.

Malang sekali gadis ini, hanya itu yang sanggup diutarakan pikiran Kyungsoo.

“Aku takut,” lirih Jisoo pada akhirnya.

Kyungsoo meraih tangan Jisoo, kemudian mengenggamnya. “Aku berjanji semuanya akan lebih baik untukmu, percayalah.” Kyungsoo berusaha meyakinkan.

Membuat bibir Jisoo tersenyum lemah. Hati gadis itu percaya bahwa Kyungsoo akan memperbaiki semuanya. Sebab Do Kyungsoo yang ia kenal tidak pernah mengingkari janji. Sekali pun tidak.

To: Kyungsoo

Do Kyungsoo?

Jari-jari Jisoo mengetik dengan cepat, lalu mengirimkan pesan singkat itu. Jisoo meletakkan ponselnya. Berulang kali ia berguling ke kanan dan ke kiri, namun tetap saja matanya enggan terpejam. Semuanya terasa baru dan asing.

Jisoo kini sedang berbaring di ranjang kecil yang hanya muat untuk satu orang. Kamar barunya terasa hangat dan bersih. Aromanya juga wangi, tapi tetap saja aneh. Jisoo belum terbiasa dengan sudut-sudut ruangan bercat ungu muda itu. Jisoo lebih suka kamar lamanya yang bernuansa pantai. Walaupun Jisoo tidak suka suara ombak, kamar lamanya jauh lebih baik.

Apalagi, di rumah lamanya ia tidak perlu secanggung ini. Jisoo masih mengingat jelas bagaimana pertemuan dirinya dengan ibu dan adik biologisnya. Sangat kikuk. Mereka seperti takut pada Jisoo. Mereka, tidak seperti keluarga bagi Jisoo. Mereka hanya orang asing. Pertemuan itu didominasi oleh Kyungsoo. Pria yang dulu berperan sebagai kakaknya tersebut mengoarkan banyak hal kepada keluarga baru Jisoo. Kyungsoo membahas kebiasaan Jisoo, apa yang Jisoo suka, dan tidak. Nada yang digunakn Kyungsoo pun seperti memerintah. Mungkin, kebiasaan.

Jisoo membuyarkan lamunannya ketika ponselnya bergetar.

Balasan dari Kyungsoo.

From: Kyungsoo

Kenap belum tidur? Ini sudah tengah malam.

Jisoo tersenyum, Ia mulai mengetik kembali. Akan tetapi, panggilan masuk pada ponselnya menginterupsi.

“Cepat tidur.” Kyungsoo berbicara tegas di seberang sana.

Sontak Jisoo cemberut, “Aku tidak bisa tidur, Dio.” Si gadis sengaja menggunakan panggilan kecil Kyungsoo. Jisoo tahu Kyungsoo hendak menolak, maka dari itu ia segera menimpali. “Hari ini secara resmi, kau bukan kakakku lagi. Jadi, aku tidak perlu memanggilmu kakak.”

Kyungsoo tertawa lembut, “Baiklah, Jio.” Balas Kyungsoo. Bergantian memanggil Jisoo dengan nama kecil yang biasa digunakan oleh mendiang Kakek Do. “Kau tetap harus ingat, aku lebih tua darimu.” Kyungsoo melanjutkan.

Jisoo mengangguk, seakan lawan bicaranya bisa melihat. “Di sini terlalu asing.” Gadis itu mulai membagi kegundahannya.

“Mereka tidak menemanimu tidur atau mengajak bicara?” tanya Kyungsoo bersimpati.

“Tidak.”

“Kau kesepian.”

“Benar.”

“Mau kutemani?”

“Boleh,” balas Jisoo refleks. Kemudian ia mengoreksi. “Ini terlalu malam untuk keluar rumah.”

Kyungsoo melembutkan nadanya, “Tunggu, aku akan ke sana. Buka ‘kan pintu untukku.”

Jawaban Jisoo tergantung di udara, Kyungsoo telah mengakhiri sambungan teleponnya. Gadis itu menghela napas berat, jauh di dalam perasaannya Jisoo merasa jauh lebih lega.

Energi Jisoo terisi kembali. Ia segera meraih jaket bulu yang membalut hangat tubuhnya. Setelah itu Jisoo bergerak menuju ruang tamu rumah barunya yang asing.

Sesuatu yang mereka sebut rumah ialah kubik apartemen di pinggiran Kota Seoul. Sebuah apartemen sempit yang hanya terdiri dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu sekaligus ruang keluarga, dan dapur. Berbeda jauh apabila dibandingkan dengan hunian Keluarga Do yang serba mewah serta ekstra besar.

Kenyataan itu lantas membuat Jisoo kembali menghela napas. Langkah Jisoo terhenti ketika melintasi ruang tamu di sana ada kursi tua yang dilenkapi meja kayu. Ada seorang gadis yang baru tadi siang, Jisoo kenali sebagai adik biologisnya tengah duduk di sana. Seorang gadis remaja yang dua tahun lebih muda dari Jisoo.

Nampaknya adik Jisoo itu sedang sibuk membenahi sesuatu, sangat serius hingga tidak sadar jika Jisoo telah duduk di hadapannya. Jisoo berdeham pelan. Sontak membuat adiknya terkejut sejenak, lalu parasnya kembali lega ketika menyadari bahwa yang berada di sana Jisoo.

“Kau juga suka menari balet.” Simpul Jisoo, netranya menangkap benda di tangan adiknya. Sebuah sepatu balet kusam.

Si lawan bicara Jisoo ternsenyum kecil. Jenis lengkungan bibir yang menyerupai milik Jisoo. Dari sekian banyak hal, mereka memang mirip.

“Iya, aku suka menari. Tapi, aku tidak bisa menari balet.” Balas adiknya. Gadis itu membalas tatapan Jisoo, “Namaku Lee Nayeon, hanya ingin mengingatkan barang kali kakak lupa.” Imbuh Nayeon.

Jisoo berubah kikuk. Faktanya Jisoo memang lupa siapa nama adiknya. Ia jadi malu sendiri. “Baiklah Nayeon, kalau kau tidak bisa menari balet, kenapa kau memiliki sepatu ini?” tanya Jisoo.

Nayeon melejitkan bahu.  “Apa tidak boleh?” balas gadis bersurai hitam bergelombang itu.

Jisoo mengigit bibir, “Kau membuatku bingung harus menjawab apa.”

Nayeon kembali tersenyum, “Aku mendapatkan ini dari temanku. Dia bilang sepatunya sudah rusak, tapi menurutku masih bisa diperbaiki. Aku ingin belajar balet dan temanku berkata, aku harus memiliki sepatu balet untuk itu.” Jelas Nayeon, kali ini si gadis mengalihkan perhatian pada foto berpigura yang menampilkan sosok tegap seorang pria muda. “Ayah dulu juga penari. Aku ingin menari seperti ayah.” Tambah Nayeon.

Jisoo mengikuti arah pandangan Nayeon. “Jadi, dia ayah kandungku. Kemana dia sekarang?” tanya Jisoo datar.

Nayeon menjawab singkat, “Di surga.”

Jisoo pun tertegun.

“Kakak juga seorang penari, bukan?” Nayeon menyobek keheningan yang telah berlangsung selama beberapa detik.

Jisoo mengangguk. “Dari mana kau tahu?” tanya Jisoo.

“Temanku sempat membawa poster pertunjukkan SOPA di sana ada foto kakak.” Nayeon berucap malu-malu, “Aku sangat ingin mendaftar ke SOPA.”

Giliran Jisoo yang melengkungkan bibir, ramah. “Kau bisa masuk ke sana jika berusaha, aku yakin.”

Nayeon menggeleng, “Ibu tidak akan mengijinkan. Kondisi keuangan keluarga kita tidak memungkinkan. Kakak tahu, tidak hanya sekedar bakat yang dibutuhkan, namun uang pun juga turut andil.”

Jisoo hendak menimpali, tetapi terputus gara-gara dering bel apartemen mereka berbunyi. Jisoo segera berdiri. “Biar aku saja yang membukanya.” Ucapnya pada Nayeon.

“Selamat datang,” sapa Jisoo pada pria yang berada di depan pintu.

Kyungsoo mengernyit pelan, “Keadaanmu tidak terlalu buruk.” Kelakarnya yang langsung medapatkan cebikkan dari Jisoo. “Sekarang baru terlihat buruk,” ungkap Kyungsoo menahan senyum.

Jisoo mengangsurkan tubuh ke arah Kyungsoo. Pelukkan kakaknya selalu bisa menghangatkan segala perasaan ragu, waspada, dan takut. “Aku tidak bisa tidur,” ulang Jisoo.

“Kita akan melanjutkan obrolan di depan pintu seperti ini, Do Jisoo? Atau kau mengijinkan aku masuk ke dalam apartemenmu yang hangat?” Ujar Kyungsoo, pelan.

Jisoo terkekeh, lalu ia menarik Kyungsoo ke dalam. “Dia adikku Lee Nayeon,” Jisoo memperkenalkan adik manisnya kepada Kyungsoo.

Kyungsoo mengulurkan tangan untuk menjabat. “Halo Nayeon, senang bertemu denganmu. Kalian berdua mirip sekali dan dari apa yang aku lihat kau juga penari.” Pria itu menatap lekat sepatu balet yang berada di meja.

Nayeon menyambut keramahan Kyungsoo, “Hai, iya benar, aku suka menari. Kau saudara Kak Jisoo yang berarti saudaraku juga.”

Paras Kyungsoo berubah tidak suka, “Cara kerjanya bukan seperti itu. Aku bersaudara dengan Jisoo karena menginginkannya, bukan karena harus.” Kyungsoo tersenyum meremehkan, “Dan Jisoo cukup pantas untuk mendapatkan peran itu.” Imbuh Kyungsoo tatapannya beralih kepada Jisoo yang hendak ikut mengoarkan pendapat.

Jisoo pun terbatuk, berusaha agar pembicaraan mereka tidak berakhir dengan menyakiti siapa pun. “Lebih baik, aku tunjukkan kamar baruku. Ayo, Dio.” Jisoo menarik tangan Kyungsoo agar mengikuti langkahnya, meninggalkan Nayeon yang berubah murung.

“Dia gadis yang ambisius.” Ujar Kyungsoo saat mereka sudah di dalam kamar.

Jisoo mengerjapkan mata, tanda tidak paham. Gadis itu memilih untuk menghempaskan diri ke ranjang, setelah mempersilahkan kakaknya duduk di kursi yang terletak bersebelahan dengan tempat tidur. “Aku tidak paham,” akunya pelan.

“Sebentar,” kata Kyungsoo sembari melepas mantel hitam dari tubuh, menyisakan kemeja putih rapi yang membalut sempurna dirinya. “Gadis itu menginginkan apa yang kau miliki sekarang. Dia gadis penuh obsesi. Adikmu itu akan merebut semua hal yang dimiliki orang lain, bila ada kesempatan.” Jelas Kyungsoo, tak lupa menyelipkan tatapan tajam pada netra gelap Jisoo.

“Kau melihatnya sebagai ancaman, Dio.” Timpal Jisoo, ia mulai berbaring mendekati Kyungsoo, menuruti isyarat pria itu yang memintanya demikian.

“Aku hanya berhati-hati. Memperingatkan gadis itu sedari awal mengenai posisinya, perlu dilakukan. Di keluargamu aku hanya terhubung padamu yang lainnya tidak, Jio.” Ujar Kyungsoo santai.

Jisoo mengangguk paham, ia tidak ingin berpikir terlalu jauh. Naluri Kyungsoo untuk mempertahankan diri memang kuat. Sedari  kecil Kyungsoo selalu bisa mendeteksi apa pun yang mengancam mereka lebih awal dan akurat.

“Tidurlah,” rayu Kyungsoo kepada gadis yang mulai terlelap itu. Ia membelai surai Jisoo, senyumnya enggan hilang dari bibir. Kyungsoo mulai merasakan ketentraman. Pria itu tak bisa sesekon pun mengenyahkan kekhawatirannya pada Jisoo. Kyungsoo juga tidak bisa tidur, selama gadisnya lepas dari pengawasannya.

“Kau akan di sini sampai aku tertidur ‘kan?” tanya Jisoo setengah mengantuk. Tubuhnya memang aneh. Tadi ia sama sekali tidak mengantuk, namun kehadiran Kyungsoo membuat Jisoo merasa aman dan nyaman. Netra Jisoo jadi berat, gadis itu ingin tidur.

“Tentu saja, Jio.” Jawab Kyungsoo, mengecup kening adiknya.

Jisoo meraih tangan Kyungsoo yang bebas, kemudian menggenggamnya. “Jangan biarkan aku sendirian, lagi.” Gumam Jisoo, lalu benar-benar terlelap.

Aku terlalu mencintaimu, sejenak pun aku tidak sanggup membiarkanmu sendiri dan memikirkan perpisahan kita. Jisoo mendengar suara rendah Kyungsoo sedang mengutarakan itu di alam mimpi.

-oOo-

a/n: Menjadi silent reader di blog ini sama sekali tidak menguntungkan. Lihat saja nanti ;).

248 thoughts on “[3] Undercover Marriage

  1. i_NAA says:

    masa lee naeyon ambisius, kliatannya “manis” siy g tw entar ke depannya, belum kliatan siy ambisiusnya… 🤔
    tp slama kyungsoo yg bilang, percaya aja deh, heheheeeee…😂😂😂

  2. Amaia says:

    Aaaaaakkkkk dio nya baik banget sama jio….duh jadi baper nih…nambah penasaran sama next chapter….
    Authornim jjang

  3. Yulinar says:

    Baru kali ini baca ff cast nya D.O terus dia pekerja kantoran, soalnya aku jarang nemuin ff cast nya D.O yg kerja kantoran kya gni, biasanya nemuin cast D.O itu genre nya School life, ckckck#curcol 😀

  4. fitriwind says:

    Seneng nya ….. ngomong ngomong aku baru kali ini loh baca ff yg main cast nya d.o .dan baru kali ini teryarik sm ff yg main castnya d.o .. haha terlalu terpesona sama trio bangsathnya exo sih.. bacanya yg castnya sehun .chanyeol .kai. terus jadinya .. haha

  5. Adeliaa says:

    Kyaaaaa… couple Soo-Soo ini manis banget deh… jadi baper😄😄. Pengen jadi Jisoo biar bisa deket sama Kyungsoo oppa😊

  6. loveyoumore1107 says:

    hai author, kenalin aku pembaca bru di blog ini, awalnya aku baca yg untold love yg ad di exofanfictionindonesia, setelah itu keterusan 😊 soalnya aku suka sama gaya menulis author disini, aku juga suka sama jalan ceritanya, izin baca ya thor, salam kenal ✌😊😊

  7. cynthiaa says:

    Awal2 kyungsoo kek jahat, tp dsini dia blg cinta. Ak bgg:( trs Jisoo suka Jongin, tp nikah sm kyung? Kak ak bgg kak:( maaf kan ak. Hhe. Tp keren kak ide ceritanya^^

  8. blanksha says:

    lol, i thought, jisoo bakal simpati gitu sm adeknya itu, terus minta tolong dio masukin adeknya ke SOPA, simple banget pemikiranku–‘
    your story seems like a whole new world for me, kak
    eh apa akunya aja yg jarang baca banyak cerita wkwk

  9. Rina says:

    Yalorrrdd asdfghjkllahhjdklahs ku jatuh cinta pada Kyungsoooo~~~
    Meski dia serakah (waks siapa sih manusia yang ga serakah yang hidup di dunia yang sama dengan yang ditinggali Kyungsoo-Jisoo? Wkakakk) tapi sikapnya jadi overprotect sama seorang yang dia sayang. Dan akhirnya terlihatlah bahwa nggak hanya uang dan kekuasaan aja yang jadi prioritas Kyungsoo. Keyeeenn~~

  10. flyleafside says:

    Ommo…, selalu suka cerita2 kaka,. Btw udh hampir setahun aku ga peenah buka wp dan bersentuhan dg korea2an. Tapi ternyata dio ga bisa mengalihkan duniaku secepat itu… 😂

  11. sweetyxo says:

    Ngeri bgt ya makin kesini konflik nya makin runyam…..aku gak sabar liat mereka nikah nanti;’ tentunya dengan cinta yg gak bertepuk sebelah tangan;”

Leave a reply to Dina Cancel reply