[Special Part] Dear Husband: Everything For You

20180222_130634_0001

The day When I Meet You –  Taken By The Past – Marriage Scenario – Somtimes He’s Angel – The Way I Love You – I’m Okay Even It’s Hurt – If You Were Me – When You and I Become Us – Dealing With You – My Eyes On You – Love, Lies, and Life – Hold Back The Tears


Anger

Nara tersenyum simpul melihat pria yang kini tengah tertidur di sofa ruang kerja. Gadis itu melangkahkan kaki dengan pelan berusaha tak membuat suara sekecil apa pun. Nara pun duduk di samping si pria. Ia menatap Sehun lamat, menemukan paras lelah yang tergambar jelas di sana.

Ini sudah pukul satu dini hari, Sehun tetap bekerja. Pria itu tadinya menidurkan Nara terlebih dahulu, setelah istrinya terlelap ia kembali membawa dokumennya ke ruangan ini. Nara yang sadar Sehun tidak ada di sebelahnya pun terbangun kemudian menyusulnya ke sinimasih dengan gaun tidurnya.

“Padahal kau sudah berjanji untuk tidur. Dasar gila kerja,” gumam Nara. Ia membelai paras Sehun lembut. “Kalau begini kan lehermu bisa sakit,” lanjutnya. Nara sengaja menepuk pipi suaminya agak keras agar si pria bangun.

Sehun mulai mengerjapkan mata. Netranya perlahan menggelepar terbuka. Ia menguap sekali sebelum menarik sepasang sudut bibir karena menyadari gadisnya ada di dekatnya.

“Apa aku ketahuan?” tanya Sehun, suaranya serak.

Nara mengangguk sambil mengerucutkan bibir.

Jari-jari Sehun membenarkan surai Nara yang berantakan. Ia duduk lebih tegak, lalu menarik gadis itu ke pangkuannya. “Aku harus menyelesaikan ini sebelum presentasi, Nara,” jelas Sehun memelas.

Nara mengalungkan tangannya ke leher Sehun. “Aku sedang marah. Aku tidak ingin menerima alasan apa pun,” balas Nara yang berbalikan dengan fakta di lapangan.

Memangnya Nara bisa murka pada suaminya?

Tidak bisa. Suaminya pun tahu akan hal tersebut.

Sehun tertawa menyadari suara si gadis yang berpura-pura galak itu. Ia menyentil hidung Nara. “Aku siap menerima amarah dari Jung Nara. Aku sudah mendengar kalau kemarahannya menyebabkan gempa bumi

Nara memotong ejekan Sehun dengan kecupan ringan di sudut bibir prianya. Gadis itu cepat-cepat menjauhkan parasnya karena pipi Nara telah memanas.

Pria itu tertawa lagi, melihat raut malu-malu gadisnya.

Bersama Nara memang menyenangkan. Sehun sanggup berduan dengan istrinya sepanjang harihanya untuk melihat ekspresi yang Nara berikan padanya.

“Kenapa tertawa?” dengus Nara.

Pria itu membalas mencium pipi gadisnya. Ia tak menimpali dengan perkataan. Sehun yang sudah sedari tadi gemas melihat tingkah Nara pun menarik gadisnya dalam pelukan. Ia mendekap Nara sangat erat.

Boleh tidak Sehun menyimpan Nara untuk dirinya sendiri?


 

Unexpected You

“Apa kau benar-benar bisa bermain skateboard?” tanya Nara tercengang ketika Sehun membawa papan skateboard di hadapannya.

Sehun mengangguk bangga. Pria itu memutuskan memamerkan keahliannya setelah Nara seharian ini mengoceh soal artis favoritnya yang cakap bermain papan beroda itu. Sehun membawa si gadis ke taman dekat apartemen mereka pada sore hari yang cerah. Dia bermaksud menghentikan Nara untuk memuji pria lain. Sehun tidak suka.

“Wah, apa permainan itu baik untuk punggung paman-paman seusiamu, Sehun?” tanya Nara mengejek.

Sehun memutar bola mata. “Aku sudah bisa memainkan ini bahkan sebelum kau dapat mengendarai sepeda,” balas si pria yang memang tahu kelemahan Nara. Istrinya itu baru bisa naik sepeda saat usianya delapan belas tahun.

Nara berkacak pinggang. “Baiklah kita lihat seberapa hebat dirimu,” tantang Nara.

Sehun menyeringai. Ia mulai menampilkan keahlian mengendarai papan itu.

Bibir Nara membuka beberapa inci melihat atraksi yang ditampilkan oleh laki-laki miliknya tersebut. Nara sendiri bertanya-tanya, kenapa Sehun cakap dalam segala hal? Bahkan sesuatu yang tak dapat Nara perkirakan.

“Bagaimana?” ujar Sehun pada si gadis.

Nara membuang muka. “Well, itu sangat mudah. Pasti semua orang bisa melakukannya,” sergah Nara tak ingin kalah. Gadis itu merebut papan skateboard milik suaminya. “Aku akan mencobanya,” lanjutnya.

Alis Sehun bertaut. “Kau harus pakai pengaman dulu kalau baru belajar

Nasehat Sehun pun terputus saat ia melihat istrinya terjatuh. Oh, bukan karena skateboard tapi akibat menginjak tali sepatunya sendiri.

Nara melihat paras Sehun. Ia mendapati ujung bibir Sehun berkedut menahan kekehan. Nara yang awalnya biasa saja, lama-lama ekspresinya mencebik, apalagi lututnya kini berdarah.

Nara menangis di tengah taman yang kini ramai orang-orang.

Sehun melotot, sama sekali tidak mengira Nara akan menangis. Ia memberi kode agar Nara berhenti menangis serupa anak kecil.

Langkahnya yang panjang pun segera diambil untuk menghampiri istrinya.

“Jung Nara, kenapa menangis?” tanya Sehun. Pria itu segera mengubah pertanyaannya karena rengekan Nara semakin keras. “Apa sangat sakit?” ulangnya.

Nara mengangguk. Ia mengusap hidungnya yang merah. “Aku sakit dan sangat malu,” vokal gadisnya sembari sesenggukan. Nara menunjuk lututnya yang berdarah. “Ini akan sembuh kalau ditiup,” katanya pelan.

Sehun mengusap air mata Nara yang jatuh. Ia juga menyentuh hidung Nara yang merah. Tanpa berpikir dan menyingkirkan logikanya, Sehun meniup luka yang ada di lutut Nara. Kalau saja orang lain yang memintanya bertindak sebodoh itu, pasti Sehun sudah menolaknya atau memarahinya. Tapi, ini Jung Nara yang meminta. Tentu saja berbeda.


 

Your Weakness

Daniel tak dapat menyembunyikan tawanya saat memasuki ruang kerja utama Sehun di The Three Clouds. Pemuda itu tidak habis pikir, bagaimana bisa CEO mereka yang begitu tegaskini justru diam saja saat sang istri mengecat kukunya?

Daniel menanggapi tatapan tajam Sehun dengan kekehan yang semakin keras. Ia ikut duduk di sofa bersama sepasang suami istri itu. Daniel mengamati Nara yang rupawan hari ini. Gadis itu sibuk menghias kuku Sehun.

“Aku tidak percaya kau diam saja, Hyung. Apa dinginnya Oh Sehun sudah meleleh karena wanita?” kelakar Daniel.

“Tutup mulutmu, Kang Daniel,” gumam Sehun datar.

“Kenapa dia bisa menurut seperti ini?” tanya si pemuda pada Nara yang sibuk memilih warna cerah untuk kelingking suaminya.

Nara tersenyum. “Tadi malam dia kalah bermain denganku. Dia janji untuk mengabulkan satu keinginanku.”

“Memangnya, apa yang kalian mainkan?” selidik Daniel.

“Catur,” ucap Nara singkat, kini menggambar titik kecil di kuku Sehun.

“Tidak mungkin,” sergah Daniel. Alisnya naik satu. “Hyung-ku ini bahkan pernah menang turnamen

Ya, Kang Daniel! Kenapa kau tidak selesaikan pekerjaanmu saja, malah bergosip di sini,” potong Sehun.

Sehun membolakan mata pada sepupunya. Ia bahkan memberikan isyarat agar tetap diam.

“Setelah sekian lama, aku kira Sehun pandai dalam segala hal. Namun, ternyata bermain catur adalah kelemahannya. Padahal aku sudah siap-siap kalah dan sedih,” celetuk Nara. Ia tersenyum pada Daniel.

Si pemuda hanya dapat menggelengkan kepala. Jadi, Sehun sengaja mengalah karena takut istrinya sedih. Alasan yang kekanakan.

“Selamat Hyung kau punya kelemahan sekarang,” vokal Daniel. Ia mengangguk-angguk dengan sangat serius.


 

Over Protective

Beginilah rutinitas Nara dan Sehun setiap hari. Sehun yang akan sangat sibuk menyiapkan banyak hal, mulai dari sarapan hingga obat yang harus Nara bawa jika si gadis pergi bekerja. Apalagi, sakit gadisnya kini terlampau sering kambuh. Itu membuat Sehun cemas setengah mati. Bahkan, kalau diizinkan Sehun telah menyiapkan pengawal untuk mengawasi Nara. Kendati demikian, Sehun sadar hal tersebut justru akan membuat Nara semakin tertekan.

Sehun mengawasinya dari jauh. Ia menerima laporan setiap satu jam sekali mengenai apa saja yang sedang dilakukan Nara. Perilaku Sehun tersebut semakin parah saat si pria berada di luar negeri. Bahkan ia akan menelepon Nara setiap sepuluh menit, serupa sekarang.

“Sehun, ada apa?” tanya Nara langsung sebab dia tahu orang yang menghubunginya. Dalam satu jam terakhir Nara telah mendapat enam panggilan dari suaminya. Nara sakit kepala karena itu.

“Kau sedang apa?” tanya Sehun santai.
Nara mendengus. “Aku sedang rapat. Demi apa pun Sehun, aku sudah enam kali ijin untuk menerima teleponmu,” keluh si gadis.

“Kenapa rapatnya belum selesai? Kau nanti bisa kelelahan. Suruh mereka cepat memutuskan dan jangan terlalu banyak mengoceh

Kalau begitu aku bisa dipecat,” sela Nara tak sabar.

“Siapa yang berani memecat istriku?” timpal Sehun suaranya meninggi.

“Bosku, Sehun sialan. Kau kira ini kantor nenek moyangmu

Aku bisa membeli perusahaan itu untukmu. Apa kau mau?” sela Sehun serius.

Nara memutar bola mata. “Sudah ya, aku bisa gila apabila terus mengobrol denganmu.”

Nara menutup sambungan mereka.

Gadis itu berjalan sambil mengentakkan kaki. “Mudah sekali dia bilang ingin membeli ini dan itu. Dasar orang kaya!” omel Nara.


 

Baby Hyunjoo

Nara mengelus perutnya yang datar. Gadis itu menonton acara televisi mengenai ibu dan anak. Nara tertawa geli membayangkan dirinya mengandung. Ia semakin senang jika nantinya akan memiliki bayi yang sangat mirip dengan Sehun.

Gadis itu berandai-andai betapa lengkap hidupnya apabila ia dapat membesarkan bayinya. Tangannya kembali mengayun merasakan bobot bayi yang begitu pas berada di pelukannya.

Lamunan Nara terhapus saat suara pintu apartemen terbuka. Gadis itu dengan cepat mematikan televisi karena Sehun tak suka jika Nara mengungkit soal bayi.

Nara tahu apabila Sehun bersikap demikian karena mengkhawatirkan kesehatannya. Walaupun begitu, Nara hanya wanita biasa yang menginginkan kehidupan normalberkeluarga kemudian memiliki keturunan.

“Nara,” panggil Sehun. Pria itu segera mengecup kening sang istri yang duduk di ruang keluarga. “Apa yang sedang kau lakukan?” tanyanya.

Nara memberikan senyum cantik. Ia bersandar di bahu Sehun. “Aku sedang menonton acara komedi yang sangat lucu tadi.”

Sehun bergumam. Tangannya melonggarkan dasi.

“Ceritanya soal si ayah yang mencari nama untuk anaknya. Kau tahu si anak perempuan diberi nama Bongbong,” Nara tertawa.

Sehun ikut tersenyum. Ia membelai surai istrinya. “Bongbong nama yang bagus.” Ia menanggapi.

“Sehun, apa ada nama yang paling kau suka?” tanya Nara.

“Ada, aku menyukai Jung Nara.”

Nara mendengus. “Selain itu,” pintanya.

Sehun enggan langsung menjawab. Ia mengetuk dagu. “Hyunjoo,” jawabnya setelah beberapa sekon.

Nara memeluk pinggang Sehun. “Nama yang cantik.” Ia memainkan jemari Sehun. “Kalau nama untuk laki-laki?” tanyanya lagi.

“Aku tidak punya bayangan untuk nama laki-laki,” putusnya. “Bagaimana kalau Bongbong?”

Nara mencubit pinggang Sehun.

“Sakit, Sayang,” keluh si pria.

“Selalu tidak serius kalau ditanya,” kata Nara kesal. Ia melepaskan pelukannya kemudian berjalan ke kamar.

Sehun tertawa, kemudian menyusul sang istri ke dalam untuk menggoda Nara lebih jauh lagi.


a/n:

Ini sebagai ganti karena Dear Husband minggu ini belum bisa dilanjutin :(. Semoga minggu depan bisa lanjut yah.

Hmm… dari beberapa drable ini mana yang kalian sukai? Kalian bisa sampaikan kritik dan saran melalui kolom komentar.

Sampai jumpa di part selanjutnya 😁.

Oh ya, makasih yang uda nemenin chat di OA Line@ Twelveblossom kemarin. Bagi yang belum gabung bisa langsung add usernamenya 》》 @NYC8880L menggunakan @ ya 😊.

 

219 thoughts on “[Special Part] Dear Husband: Everything For You

Leave a reply to Leave me a note Cancel reply