[Sad Movie Special Moment] Jino’s Day

kai-krystal

“Ibu dan ayah harus menurut sama Jino karena hari ini Jino’s Day.”

Cerita ini diawali oleh rengekkan pria kecil yang tengah cemberut di kursinya. Bocah berusia delapan tahun itu ialah Sehun versi mini, lihatlah caranya mencebik begitu mirip.

Apalagi kaki Jino yang bergoyang-goyang tidak sabaran, serupa kebiasaan Sehun sewaktu sedang tergesa. “Ini Jino’s Day,” ulang Oh Jino, penuh penekanan untuk menyakinkan ibunya yang sedang menautkan alis―tanda bingung, sekaligus tidak setuju.

“Apa itu Jino’s Day? Ini bukan saatnya Jino berulang tahun.” Ucap Nara yang duduk di samping Jino. Ibu kandung  Jino pun mencuri pandang kepada Sehun, mencoba mencari clue. Sementara Sehun hanya menggeleng tidak mengerti.

Jino menunjuk benda yang tergeletak di hadapan mereka. Telunjuk Jino mengarah pada meja toko kue yang berbentuk bundar dengan kamera di tengah. Oh kamera itu, simpul Nara.

Jino merajuk ingin membawa si kamera ikut dalam acara jalan-jalan. Nara masih ingat alasan yang dikoarkan pria kecilnya, “Jino ingin punya banyak foto bersama ayah dan ibu, jadi kalau Jino rindu ibu, Jino bisa melihat fotonya.” Ucapan yang sangat manis, namun juga meremukkan hati Jung Nara.

“Jino’s Day dimajukan hari ini. Soalnya, Jino tidak tahu apa nanti sewaktu Jino’s Day yang sesungguhnya, ibu masih bersama Jino atau tidak.” Ujar Jino kemudian menunduk.

Nara mengigit bibir, merasakan remasan lembut tangan Sehun pada jari-jarinya. Sehun mengambil alih pembicaraan. “Jagoan, lihat ayah.” Kata Sehun sembari mengangkat dagu putranya. “Ibu akan selalu bersama kita. Apa Jino ingat yang ayah katakan soal seseorang yang kita cintai akan selalu―”

“―ada di hati kita. Tapi, Jino sudah mengukurnya. Ibu tidak akan cukup masuk ke hati Jino yang kecil ini.” Potong Jino, murung. Jino menghela napas pelan, “Lagi pula Jino tidak ingin ibu tinggal di hati Jino, soalnya terlalu sempit. Jino takut ibu tidak bisa bernapas.” Lanjut Jino yang langsung mendapatkan cubitan gemas dari Sehun.

“Kenapa kepolosannya begitu mirip denganmu?” tanya Sehun sembari berbisik, jahil. Pria itu sengaja mencondongkan tubuhnya pada Nara yang mengulum senyum simpul.

Nara menyikut Sehun,  sontak membuat tawa pria itu menguar. “Baiklah, ibu setuju kalau hari ini Jino’s Day.” Nara menyetujui, senyum keibuannya mengembang.

Jino berjingkrak-jingkrak. “Yeah!” Serunya riang.

Kini giliran Sehun yang cemberut, “Seharusnya kau tidak begitu mudah mengabulkan keinginannya. Jino selalu meminta banyak hal, apabila berulang tahun. Aku tidak ikutan, ya.” Kelakar Sehun sambil mengacak-acak surai anaknya.

“Kali ini Jino tidak minta banyak hadiah, kok. Soalnya, ibu sudah berada di sini bersama Jino. Jino cuma ingin satu hal.” Kata Jino, netra anak laki-laki itu berkilat-kilat bahagia.

Nara terenyuh, “Lalu, Jino menginginkan apa?” tanya Nara lembut. Ia membelai pipi putranya penuh kasih.

Pipi Jino bersemburat merah saking bersemangatnya, “Tadi sewaktu kita jalan-jalan, Jino sudah berfoto banyak sekali dengan ibu dan ada beberapa foto Jino dengan ayah. Tapi…” Jino menggantungkan perkataannya.

“Tapi?” tanya Sehun penuh perhatian dan kecurigaan. Dari pengalaman yang sudah-sudah selama membesarkan pria kecilnya itu, ungkapan ‘tapi’ dari Jino selalu berakhir memusingkan.

Jino tersenyum lebar, menunjukkan gigi kelincinya. “Tapi tidak ada satu pun foto ayah dan ibu. Berdua.” Timpal Jino. “Jadi karena ini Jino’s Day, Jino ingin ayah dan ibu berfoto berdua sambil tersenyum gembira. Tidak cemberut seperti biasanya.” Imbuh Jino. Kali ini Jino turun dari kursi, mengabaikan cake dan ice cream pesanan mereka.

Nara menatap Sehun dengan gamang. “Jino―”

 “―ayo,” Jino memangkas keluhan ibunya. Jino membidik ayah dan ibunya dengan kamera yang lensanya sudah siap untuk mengabadikan momen canggung itu.

Jino mendengus kecewa, melihat ayah dan ibunya bergerak kikuk seperti robot kehabisan baterai plus berjauh-jauhan layaknya orang yang sedang bermusuhan―atau memang demikian adanya? “Lebih dekat lagi,” celoteh Jino enggan bersabar.

Sehun menghela napas, mendekat ke arah mantan istrinya. “Begini?”

Jino mengangguk.

“Ayah tidak pernah tahu kalau Jino bisa memotret.” Ujar Sehun mengisi jeda, ketika putranya yang berusia delapan tahun itu mengotak-atik kameranya.

Jino melejitkan bahu dengan enggan ia menjawab pendek, “Bibi Soojung yang mengajarkan.”

“Pantas saja,” ucap Nara dan Sehun bebarengan yang langsung mendapatkan tawa renyah dari jino.

“Kompak sekali.” Vokal Jino, ia mulai membidik. “Sekarang lebih dekat, Jino pernah melihat Paman Luhan dan Bibi Soojung berfoto sambil berpelukan. Ayo, ibu dan ayah juga.” Perintah Jino.

Nara mencebik, di dalam benaknya ia sedang merancang omelan untuk si adik―Jung Soojung agar tidak meracuni pikiran Jino. Bagaimana mungkin Soojung menggunakan Jino untuk menyatukanku kembali dengan Sehun? Kekanakan sekali, Soojung. Batin Nara. Ia segera kehilangan fokus saat Sehun memeluknya, terlalu erat. Membuat jantung Nara berdebar saja, menyebalkan sekaligus menyenangkan.

“Jangan memberontak, ingat ini Jino’s Day. Kita harus menurut.” Bisik Sehun, jenaka setengah gemas medapati sikap malu-malu wanita dalam pelukannya itu. Sehun kurang bisa mengendalikan diri saat pipi Nara mulai merona. Jangan salahkan Sehun, ketika ia dengan cekatan mengecup Nara. Wanita ini terlalu menarik untuk dilewatkan. Benak Sehun menyetujui tindakan tuannya.

“Sekali lagi, ayah. Cium ibu di pipi. Tadi Jino tidak sempat memotretnya.” Keluh Jino yang ternyata melihat adegan singkat itu.

Nara menggeleng, menjauh sejenak dari belenggu Sehun. “Tidak, sudah cukup.” Tolak Nara.

Jino kembali murung. “Padahal ini Jino’s Day pertama bersama ibu.” Gumam Jino, hampir menangis.

“Aku tidak mengira kau bakal mematahkan hati anakmu lagi.” Ujar Sehun, nadanya bercanda.

Nara memutar bola mata, ia tahu betul kedua laki-laki terpenting dalam hidupnya itu sedang bersandiwara. “Oke, Sehun cepat cium aku dan Jino, sayang pastikan kameramu menyala.” Wanita itu berucap, putus asa dan mengaku kalah.

Sehun merangkum paras Nara. Pria itu perlahan mendekat hingga sampai pada pipi Nara. Ups, tidak berhenti di sana. Sehun sengaja menggeser kecupannya hingga ujung bibir Nara.

“Wah! Ini persis seperti yang dilakukan Bibi Soojung dan Paman Luhan.” Pekik Jino, bersemangat.

Nara berdiri dan berkacak pinggang. “Demi Tuhan, Soojung benar-benar meracuni pikiran anak kita!” Seru Nara.

Sehun mengangguk, “Adikmu itu berdampak buruk, tapi aku harus beterima kasih dengan begini kita punya foto mesra.” Sehun menanggapi, sembari melihat layar kecil di kamera yang menampilkan hasil jepretan putranya. “Bagus sekali, Jagoan.” Puji sehun, ia pun langsung melakukan high five dengan Jino yang tertawa penuh kemenangan, sedangkan Nara pura-pura mencelos padahal hatinya berbunga-bunga.

-oOo-

a/n: Aku lagi kangen sama Sad Movie. Mungkin aku bakal buat beberapa cerita soal momen yang tidak sempat aku tulis di Sad Movie. Baik sebelum kehadiran Nara atau sewaktu kehadiran Nara atau sesudah. Aku baca komentar kalau ada yang pengen baca interaksi Sehun x Jino atau Sehun x Nara atau Sehun x Jino x Nara hehehehe. Jadi ini bonus buat siapa saja yang suka sama Oh Jino, si kecil lucu duplikat Oh Sehun <3. Semoga ada yang suka~.

220 thoughts on “[Sad Movie Special Moment] Jino’s Day

Leave a comment